Sabtu, 03 September 2011

Hal-hal yang membatalkan puasa


Para ulama telah sepakat bahwa yang membatalkan puasa itu ada tiga, makan, minum disengaja dan hubungan badan di siang hari. Hal ini didasarkan kepada firman Allah berikut ini:
Artinya:
"Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam" (QS. Al-Baqarah: 187).


Sekalipun  para  ulama  telah  sepakat  dalam  tiga  hal  di  atas,  namun  mereka  berselisih  dalam perinciannya sebagaimana akan diulas di bawah ini (lihat Bidayatul Mujtahid: 1/431).
Secara garis besar, yang membatalkan puasa dapat dikelompokkan kepada dua bagian:

1.   Membatalkan puasa dan wajib qadha
Yang termasuk ke dalam bagian ini adalah:
1)           Makan dan minum yang disengaja.
Namun apabila ia lupa makan dan minum, maka tidak membatalkan puasa dan tidak wajib qadha. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang lupa, ketika dia sedang berpuasa, lalu makan dan minum, maka teruskanlah puasanya, karena itu berarti Allah telah memberi makan dan minum orang tersebut" (HR. Bukhari Muslim).
Dalam hadits lain dikatakan:
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah memaafkan dari ummatku karena salah, lupa dan dipaksa" (HR. Ibn Majah, Thabrani dan Hakim).
2)     Muntah disengaja.
Hal ini didasarkan kepad hadits berikut ini:
 Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang terpaksa harus muntah (tidak disengaja), maka ia tidak perlu mengqadha (tidak membatalkan puasa). Namun, barangsiapa yang muntah
dengan disengaja, maka ia harus mengqadha" (HR. Abu Dawud, Turmudzi dan disahihkan oleh
Syaikh Albani).
3)     Haid dan nifas.
Para ulama telah sepakat, wanita   yang haid dan nifas sekalipun sebentar pada penghujung siang, maka puasanya menjadi batal dan ia harus mengqadhanya.
4)     Melakukan masturbasi dengan disengaja (istimna')
Menurut jumhur ulama orang yang melakukan masturbasi pada siang hari di bulan Ramadhan, maka puasanya batal dan ia wajib qadha pada hari yang lain (al-Umm: 2/86), al-Mughni (3/48), Raudhatut Thalibin: 2/104).
Sedangkan menurut Ibn Hazm dalam bukunya, al-Muhalla:6/203-205, berpendapat bahwa orang yang mengeluarkan sperma tanpa melalui hubungan badan, misalnya dengan melakukan onani atau yang lainnya selama bukan jima', baik disengaja maupun tidak disengaja, tidak membatalkan puasa. Artinya, orang tersebut masih boleh meneruskan puasanya sampai maghrib tiba. Alasan yang dikemukakan Ibn Hazm adalah:
Artinya: "Hal tersebut dikarenakan untuk masalah tadi tidak ada keterangannya baik dari nash, Ijma', qaul shahabi maupun qiyas".
Dari kedua pendapat di atas, penulis lebih condong untuk mengambil pendapatnya Jumhur ulama, bahwa orang yang melakukan mengeluarkan spermanya dengan sengaja pada siang hari bulan Ramadhan, puasanya menjadi batal dan ia wajib mengqadha pada hari lainnya. Hal ini dikarenakan  dalam  sebuah  hadits  dikatakan  bahwa  "orang  yang  berpuasa  itu  meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karenaKu" (HR. Bukhari Muslim).
Dalam hadits ini disebutkan bahwa orang yang berpuasa seharusnya bukan hanya menahan makan dan minum, akan tetapi juga syahwat. Melakukan onani dan masturbasi jelas termasuk perbuatan yang didasarkan syahwat buktinya sampai mengeluarkan air mani yang dalam sisi ini, sama dengan orang yang melakukan hubungan badan dalam hal sama-sama setelahnya mengeluarkan air mani. Oleh karena berdasarkan syahwat inilah, maka mengeluarkan sperma dengan sengaja termasuk yang membatalkan puasa dan orang tersebut wajib mengqadha pada hari lainnya.
5)     Niat berbuka dengan hatinya
Apabila orang yang berpuasa berniat dalam hatinya bahwa ia telah membatalkan puasanya dengan penuh kesadaran bahwa ia sedang berpuasa, disengaja dan niat yang bulat, maka puasanya menjadi batal sekalipun ia belum makan atau minum dan orang yang melakukannya wajib mengqadha pada hari lainnya. Hal ini dikarenakan dalam sebuah hadits disebutkan:

Artinya: "Segala sesuatu itu tergantung apa yang diniatkannya" (HR.Bukhari).
Oleh karena itu, orang yang berpuasa apabila sedang berada di atas bus, lalu terdengar adzan maghrib dan ia tidak membawa makanan untuk berbuka, maka cukup diniatkan dalam hatinya bahwa saat itu ia telah berbuka. Pendapat ini adalah pendapatnya Imam Syafi'i, Dhahiriyyah, Abu Tsaur dan Imam Ahmad (al-Muhalla: 6/175, al-Majmu': 6/314).
6)     Murtad dari agama Islam
Para ulama sepakat bahwa orang yang keluar dari agama Islam, maka puasanya menjadi batal dan apabila ia kembali lagi ke agama Islam, ia wajib mengqadha puasanya itu (lihat dalam al- Mughni: 3/25).

2.   Membatalkan puasa dan wajib qadha serta membayar kifarat (tebusan, denda)
Yang termasuk ke dalam kelompok kedua ini hanyalah jima (berhubungan badan suami isteri di siang hari).
Dalil bahwa orang yang melakukan jima batal puasanya dan wajib membayar kifarat adalah hadits di bawah ini:
Artinya: "Abu Hurairah berkata: "Ketika kami duduk di samping Rasulullah saw, tiba-tiba datang seorang laki-laki berkata: "Ya Rasulullah, celaka" Rasulullah bertanya: "Emang ada apa?". Ia menjawab: "Saya melakukan hubungan badan dengan isteri saya padahal saya sedang berpuasa". Rasulullah saw bersabda: "Apakah kamu mampu untuk membebaskan seorang budak?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak". Rasulullah saw bertanya kembali: "Apakah kamu mampu untuk berpuasa dua bulan berturut-turut?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak". Rasulullah saw bertanya kembali: "Apakah kamu dapat memberi makan enam puluh orang miskin?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak". Rasulullah saw lalu terdiam sejenak. Tidak lama kemudian,  dibawakan  kepada  Rasulullah  saw  sekeranjang  kurma.  Rasulullah  saw  bertanya  kembali: "Mana orang yang bertanya tadi?" Laki-laki itu menjawab: "Saya di sini". Rasulullah saw bersabda kembali: "Bawa kurma ini dan sedekahkanlah". Laki-laki itu berkata kembali: "Kepada orang yang lebih miskin dari saya, Rasulullah? Demi Allah tidak ada keluarga yang paling miskin di antara dua ujung kota ini selain keluarga saya". Rasulullah saw tertawa sehingga tampak gigi serinya, kemudian bersabda: "Berikan kurma tersebut ke keluargamu" (HR. Bukhari Muslim).
Dari hadits ini, jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang melakukan hubungan badan dengan jalan menempelkan atau mencelupkan minimal ujung kemaluannya (taghyib al-hasyafah) pada salah satu lobang, baik lobang depan (kemaluan wanita, qubul) ataupun belakang (dubur, pantat), membatalkan puasa dan pelakuknya wajib membayar kifarat berikut mengqadha puasanya pada hari yang lain, baik sampai mengeluarkan air mani, maupun tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar