Sabtu, 03 September 2011

Istinja

1. PENGERTIAN ISTINJA` DAN ISTILAH-ISTILAH LAINNYA YANG BERDEKATAN
Istinja` : (اسنتجاء) Secara bahasa, istinja` bermakna menghilangkan kotoran. Sedangkan secara istilah bermakna menghilangkan najis dengan air. Atau menguranginya dengan semacam batu. Atau bisa dikatakan sebagai penggunaan air atau batu. Atau menghilangkan najis yang keluar dari qubul (kemaluan) dan dubur (pantat).

Istijmar (استجمار) : Istijmar adalah menghilangkan sisa buang air dengan menggunakan batu atau benda-benda yang semisalnya.
Istibra` (استبراء) : maknanya menghabiskan, yakni menghabiskan sisa kotoran atau air seni hingga yakin sudah benar-benar keluar semua.
2. HUKUM ISTINJA`
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum istinja` menjadi dua hukum.
a. Pertama : Istinja` Itu Hukumnya Wajib
Mereka berpendapat bahwa istinja` itu hukumnya wajib ketika ada sebabnya. Dan sebabnya adalah adanya sesuatu yang keluar dari tubuh lewat dua lubang (anus atau kemaluan).
Pendapat ini didukung oleh Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah. Sedangkan dalil yang mereka gunakan adalah hadits Rasulullah SAW berikut ini :
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Bila kamu pergi ke tempat buang air, maka bawalah tiga batu untuk membersihkan. Dan cukuplah batu itu untuk membersihkan.(HR. Ahmad, Nasai, Abu Daud, Ad-Daaruquthuni. Isnadnya shahih)
Hadits ini bentuknya amr atau perintah dan konsekuensinya adalah kewajiban.
Dari Abdirrahman bin Yazid ra berkata bahwa telah dikatakan kepada Salman,”Nabimu telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu”. Salman berkata,”Benar, beliau telah melarang kita untuk menghadap kiblat ketika berak atau kencing. Juga melarang istinja’ dengan tangan kanan dan istinja dengan batu yang jumlahnya kurang dari tiba buah. Dan beristinja’ dengan tahi atau tulang. (HR. Muslim, Abu Daud dan Tirmizy)
b. Kedua : Istinja` Itu Hukumnya Sunnah.
Pendapat ini didukung oleh Al-Hanafiyah dan sebagian riwayat dari Al-Malikiyah. Maksudnya adalah beristinja` dengan menggunakan air itu hukumnya bukan wajib tetapi sunnah. Yang penting najis bekas buang air itu sudah bisa dihilangkan meskipun dengan batu atau dengan beristijmar.
Dasar yang digunakan Al-Imam Abu Hanifah dalam masalah kesunnahan istinja` ini adalah hadits berikut :
Siapa yang beristijmar maka ganjilkanlah bilangannya. Siapa yang melakukannya maka telah berbuat ihsan. Namun bila tidak maka tidak ada keberatan. (HR. Abu Daud).
Selain itu beliau berpendapat bahwa najis yang ada karena sisa buang air itu termasuk najis yang sedikit. Dan menurut mazhab beliau, najsi yang sedikit itu dimaafkan.
Di dalam kitab Sirajul Wahhab milik kalangan Al-Hanafiyah, istinja` itu ada 5 macam, 4 diantaranya wajib dan 1 diantaranya sunnah. Yang 4 itu adalah istinja` dari hadih, nifas, janabah dan bila najis keluar dari lubangnya dan melebihi besarnya lubang keluarnya. Sedangkan yang hukumnya sunnah adalah bila najis keluar dari lubangnya namun besrnya tidak melebihi besar lubang itu.
Mengomentari hal ini, Ibnu Najim mengatakan bahwa yang empat itu bukan istinja` melainkan menghilangkan hadats, sedangkan yang isitinja` itu hanyalah yang terakhir saja, yaitu najis yang besarnya sebesar lubang keluarnya najis. Dan itu hukumnya sunnah. Sehingga istinja dalam mazhab Al-Hanafiyah hukumnya sunnah.
3. PRAKTEK ISTINJA` DAN ADABNYA
Mulai dengan mengambil air dengan tangan kiri dan mencuci kemaluan, yaitu pada lubang tempat keluarnya air kencing. Atau seluruh kemaluan bila sehabis keluar mazi. Kemudian mencuci dubur dan disirami dengan air dengan mengosok-gosoknya dengan tangan kiri.
Adab-adab istinja`
a. Menggunakan tangan kiri dan dimakruhkan dengan tangan kanan. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :
Dari Abi Qatadah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Bila kamu kencing maka jangan menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan. Bila buang air besar jangan cebok dengan tangan kanan. Dan jangan minum dengan sekali nafas”.(HR. Muttafaq ‘alaihi).
b. Istitar atau memakai tabir penghalang agar tidak terlihat orang lain.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW
“Bila kamu buang air hendaklah beristitar (menutup tabir). Bila tidak ada tabir maka menghadaplah ke belakang.(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
c. Tidak membaca tulisan yang mengandung nama Allah SWT.
Atau nama yang diagungkan seperti nama para malaikat. Atau nama nabi SAW. Dalilnya adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW bila masuk ke tempat buang hajat, beliau mencopot cincinnya. Sebab di cincin itu terukir kata “Muhammad Rasulullah”.
Dari Anas bin Malik ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila masuk ke WC meletakkan cincinnya. (HR. Arba’ah)
Namun hadits ini dianggap ma’lul oleh sebagian ulama.
d. Tidak Menghadap Kiblat.
Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW,
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Bila kamu mendatangi tempat buang air, janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya. “(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Abu Ayyub disebutkan,”Tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat”
1. Ket. Posisi kiblat di Madinah adalah menghadap ke Selatan, sedangkan membelakangi kiblat berarti menghadap ke Utara. Sedangkan menghadap ke barat dan timur artinya tidak menghadap kiblat dan juga tidak membelakanginya.
2. Tempat buang air di masa lalu bukan berbentuk kamar mandi yang tertutup melainkan tempat terbuka yang sepi tidak dilalui orang-orang. Sedangkan bila tempatnya tertutup seperti kamar mandi di zaman kita sekarang ini, tidak dilarang bila sampai menghadap kiblat atau membelakanginya. Dasarnya adalah hadits berikut ini.
Dari JAbir ra berkata bahwa Nabi SAW melarang kita menghadap kiblat saat kencing. Namun aku melihatnya setahun sebelum kematiannya menghadap kiblat. (HR.Tirmizy)”.
Kemunginan saat itu beliau SAW buang air di ruang yang tertutup yang khusus dibuat untuk buang air.
e. Istibra`(sudah dijelaskan diawal)
f. Masuk tempat buang air dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan.
Dan disunnahkan ketika masuk membaca doa : Bismillahi auzu bika minal khubutsi wal khabaits”. Maknanya : Dengan nama Allah, aku berlindung kepada-Mu dari syetan laki dan syetan perempuan.
Ketika keluar disunnahkan untuk membaca lafaz :Ghufraanaka, alhamdulillahillazi azhaba `anni al-aza wa `aafaani”. Maknanya : Mohon ampunanmu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dariku dan menyembuhkanku.
g. Tidak Sambil Berbicara
Dari Jabir bin Abdillah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Bila dua orang diantara kamu buang air, hendaklah saling membelakangi dan jangan berbicara. Karena sesunguhnya Allah murka akan hal itu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar