Rabu, 07 September 2011

Sumber Hukum Islam

A. Pengertian Sumber dan Dalil
1. Pengertian Dalil
Dalam kajian ushul fikih, para ulama ushul mengartikan dalil secara etimologis dengan “sesuatu yang dapat memberi petunjuk kepada apa yang dikehendaki”. Sementara itu, Abdul Wahab Khallaf menjelaskan bahwa, menurut bahasa yang dimaksud dengan dalil ialah “sesuatu yang meberi patunjuk kepada sesuatu yang dirasakan atau yang dipahami baik sifatnya hal yang baik maupun

yang tidak baik”.
Adapun secara terminologis para ulama ushul berbeda dalam mendefinisikan dalil hukum. Abdul Wahab Khallaf menyebutkan, menurut istilahyang dimaksud dengan dalil hukum ialah “segala sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk dengan menggunakan pikiran yang benar untuk menetapkan hukum syara yang bersifat amali, baik secara qat’i maupun secara zhani”.
Ibnu al Subki dalam kitab Matn Jam’i al Jawami’ menyebutkan pula bahwa yang dimaksud dengan dalil hukum ialah “apa saja yang dapat dipergunakan untuk sampai kepada yang dikehendaki, yaitu hukum syara dengan berpijak pada pemikiran yang benar”.
Dari pengertian yang telah dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa pada dasarnya yang disebut dengan dalil hukum ialah segala sesuatu yang dapat dijadikan alasan atau pijakan yang dapat dipergunakan dalam usaha menemukan dan meneapkan hukum syara atas dasar pertimbangan yang benar dan tepat.
Oleh karena itu, dalam istinbat hukum persoalan yang paling mendasar yang harus diperhatikan adalah menyangkut apa yang menjadi dalil yang dapat dipergunakan dalam menetapkan hukum syara dari sesuatu persoalan yang dihadapi. Tentu saja, penetapan hukum syara harus didukung oleh pertimbangan yang tepat dan cermat dengan menggunakan dalil yang jelas.
2.Pengertian Sumber
Terhadap dalil hukum, ada sebutan lain di kalangan ulama ushul seperti istilah masadir al ahkam, masadir al syariah, masadir al tasyri atauyang diartikan sumber hukum. Istilah-istilah ini jelas mengandung makna tempat pengambilan atau rujukan utama serta merupakan asal sesuatu. Sedangkan dalil atauyang diistilahkan dengan adillat al ahkam, ushul al ahkam, asas al tasyri dan adillat al syari;ah mengacu kepada pengertian sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk sebagai alasan dalam menetapkan hukjum syara.
Dalam konteks ini Al Quran dan as sunnah adalah merupakan sumber hukum dan sekaligus menjadi dalil hukum, sedangkan selain dari keduanya seperti al ijma, al qiyas dan lain-lainnya tidak dapat disebut sebagai sumber, kecuali hanya sebagai dalil karena ia tidak dapat berdiri sendiri.
Akan tetapi, dalam perkembangan perkembangan pemikiran ushul fikih yang terlihat dalam kitab-kitab ushul fikih kontemporer, istilah sumber hukum dan dalil hukum tidak dibedakan. Mereka menyatakan bahwa apayang disebut dengan dalil hukum adalah mencakup dalil-dalil lain yang dipergunakan dalam istinbat hukum selain Al Quran dan as sunnah. Sebab, keduanya merupakan istilah teknis yang yang dipakai oleh para ulama ushul untuk menyatakan segala sesuatu yang dijadikan alasan atau dasar dalam istinbat hukum dan dalam prakteknya mencakup Al Quran, as sunnah dan dalil-dalil atau sumber-sumber hukum lainnya.
Oleh karena itu, dikalangan ulama ushul masalah dalil hukum ini terjadi perhatian utama atau dipandang merupakan sesuatu hal yang sangat penting ketika mereka berhadapan dengan persoalan-persoalan yang akan ditetapkan hukumnya. Dengan demikian setiap ketetapan hukum tidak akan mempunyai kekuatan hujjah tanpa didasari oleh pijakan dalil sebagai pendukung ketetapan tersebut.
Keberadaan dalil sebagai pijakan yang mendasari suatu ketetapan hukum mutlak harus diperhatikan dan tidak bisa diabaikan. Jika dilihat dari segi keberadaannya, maka dalil dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu:
1. Al Adillah Al Ahkam Al Manshushah atau dalil-dalil hukum yang keberadaannya secara tekstual terdapat dalam nash. Dalil-dalil hukum yang dikategorikan kepada bagian ini adalahAl Quran dan as sunnah atau disebut pula dengan dalil naqli.
2. Al Adillah Al Ahkam ghoirul Manshushah atau dalil-dalil hukum yang scara tekstual tidak disebutkan oleh nash Al Quran dan as sunnah. Dalil-dalil ini dirumuskan melalui ijtihad dengan menggunakan penalaran ra’yu dan disebut pula dengan dalil aqli.
Adapun dalil-dalil yang dikelompokkan kepada kategori terakhir ini meliputi Ijma, Qiyas, Istihsan, Mashalih Mursalah, Istishab, Urf, Syarun Man Qablana dan Qaul Shahabi. Ijma dan Qiyas hampir seluruh mazhab mempergunakannya, sedangkan dalil-dalil yang keberadaannya menimbulkan perdebatan di kalangan ulama mazhab ushul. Perbedaan ini muncul karena ketika ulama ushul tidak menemukan dalil atau alasan yang mendasari suatu hukum dari Nash, maka mereka menggunakan ra’yu mereka masing-masing dengan rumusan tersendiri. Hal ini diyakini termotivasi oleh hadits yang berisi dialog antara Nabi saw dengan Mu’az Bin Jabal ketika akan dikirim ke Yaman
Nabi bertanya kepada Mu’az Bin Jabal, “Bagaimana engkau memutuskan suatu perkara jika diajukan orang kepada engkau?”Mu’az menjawab, “saya akan putuskan dengan Kitab Allah”. Nabi bertanya kembali, ”jika tidak engkau dalam Kitab Allah?”. “Saya akan putuskan dengan sunnah Rasulullah”, jawab Mu’az.
Dan Rasulullah bertanya kembali,”Jika tidak engkau temukan dalam sunnah Rasulullah dan tidak pula dalam Kitab Allah?”. Mu’az menjawab, “Saya akan berijtihad dengan pemikiran saya dan saya tidak akan berlebih-lebihan”. Kemudian Rasulullah membenarkannya.
Atas dasar ini para ulama ushul di berbagai mazhab menyusun dan berpijak pada sistematika istinbat yang mereka susun masing-masing secara berurutan dengan menempatkan dalil-dalil ra’yu setelah Al Quran dan as sunnah
B. Sumber Hukum Islam
1. Al Quran
a. Pengertian Al Quran
Sebagaimana telah disinggung sebelum ini tentang sumber dalil dalam hukum Islam, maka Al Quran merupakan sumber utama dalam pembinaan hukum Islam.
Al Quran yang berasal dari kata qara’a yang dapat diartikan dengan membaca, namun yang dimaksud dengan Al Qura dalam uraian ini ialah,”kalamullah yang diturunkan berperantakan ruhul amin kepada Nabi Muhammad saw dalam bahasa arab, agar menjadi hujjah bagi Rasul bahwa ia adalah utusan Allah dan agar menjadi pelajaran bagi orang yang mengikuti petunjuknya.
Menjadi ibadah bagi siapa yang membacanya, ia ditulis di atas lembaran mushaf, dimulai dengan surah Al Fatihah dan di akhiri dengan surah An Naas. Yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, baik melalui tulisan atau bacaan dari satu generai ke generasi berikutnya. Dan terpelihara dari perubahan dan pergantian .
Sebagaimana telah disebutkan bahwa sedikitpun tidak ada keraguan atas kebenaran dan kepastian isi Al Quran itu, dengan kata lain Al Quran itu benar-benar datang dari Allah. Oleh karena itu hukum-hukum yang terkandung di dalam Al Quran merupakan aturan-aturan yang wajib diikuti oleh manusia sepanjang masa. Banyak ayat-ayat yang menerangkan bahwa Al Quran itu benar-benar datang dari Allah.
Dalam surah An Nisa ayat 10 yang artinya, “Sesungguhnya telah kami turunkan kepada engkau (Muhammad) kitab Al Quran dengan membawa kebenaran”. Surah An Nahl ayat 89, “Dan telah kami turunkan kepada engkau (Muhammad) kitab Al Quran untuk menjelaskan segala sesuatu dan ia merupakan petunjuk, rahmat serta pembawa kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. Dan masih banyak lagi ayat-ayat Quran yang menerangkan bahwa Al Quran itu benar-benar datang dari Allah.
Ditinjau dari sudut tempatnya, Al Quran turun di dua tempat yaitu:
1. Di Mekkah atau yang disebut ayat makkiyah. Pada umumnya berisikan soal-soal kepercayaan atau ketuhanan, mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, ayat-ayatnya pendek dan ditujukan kepada seluruh ummat. Banyaknya sekitar 2/3 seluruh ayat-ayat Al Quran.
2. Di Madinah atau yang disebut ayat madaniyah. Ayat-ayatnya panjang, berisikan peraturan yang mengatur hubungan sesama manusia mengenai larangan, suruhan, anjuran, hukum-hukum dan syari’at-syari’at, akhlaq, hal-hal mengenai keluarga, masyarakat, pemerintahan, perdagangan, hubungan manusia dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan sebagainya.
b. Mu’jizat Al Quran
Al Quran memiliki mu’jizat-mu’jizat yang membuktikan bahwa ia benar-benar datang dari Allah SWT. Menurut Mana’ Qattan di dalam buku Mabahits Fi Ulumil Quran menyebutkan bahwa Al Quran memilki mujizat pada 4 bidang yaitu:
a. Pada lafadz dan susunan kata. Pada zaman Rasulullah Syair sangat trend pada saat itu maka Al Quran turun dengan kata-kata dan susunan kalimat yang maha puitis, sehingga Al Quran memastikan bahwa tak ada seorangpun yang dapat membuat satu surah sekalipun semisal Al Quran. Seperti yang termaktub dalam surah Al Isra ayat 88, Hud ayat 13-14, Yunus ayat 38 dan Al Baqarah ayat 23.
b. Pada keterangannya, selain pada kata-katanya Al Quran juga memiliki mujizat pada artinya yang membuka segala hijab tentang hakikat manusiawi.
c. Pada ilmu pengetahuan. Di dalam terdapat sangat banyak pengetahuan baik hal yang zahir maupun yang gaib, baik masa sekarang maupun yang akan datang.
d. Pada penetapan hukum. Peraturan yang ada di dalam Al Quran bebas dari kesalahan karena ia berasal dari Tuhan Yang Maha Tahu atas segala ciptaanNya.
c. Fungsi Al Quran
Al Quran pertama kali turun di Gua Hira surah Al Alaq ayat 1-5 dan terakhir kali turun surah al Maidah ayat 3. Al Quran terdiri dari 30 juz, 144 surah, 6.326 ayat, 324.345 huruf . al quran berfungsi sebagai:
1. Sumber pokok dan utama dari segala sumber-sumber hukum yang ada. Hal ini dilandasi oleh ayat Al Quran di dalam surah An Nisa ayat 5.
2. Penuntun manusia dalam merumuskan semua hukum, agar tercipta kemaslahatan dan keselamatan harus berpedoman dan berwawasan Al Quran.
3. Petunjuk yang diturunkan Allah SWT kepada umat manusia dengan penuh rahmat kepada kebahagiaan umat manusia baik didunia maupun diakhirat dan sebagai ilmu pengetahuan.
Secara garis besar hukum dalam Al Quran ada 3 macam, yaitu aqidah, akhlaq dan syari’ah. Pada umumnya isi Al Quran dibagi 2 macam, ibadat dan muamalat. Dan isi pokok Al Quran ad 3 macam :
1. Rukun Iman, yaitu percaya kepada Allah, rasul-rasul, malaikat, Kitab Allah, hari kiamat dan kepada qadha dan qadar.
2. Rukun Islam, yaitu syahadt, salat, puasa zakat dan haji.
3. Munakahat (perkawinan), muamalat ( okum pergaulkan dalam masyarakat atau okum private), jinayat ( okum pidana), ‘aqdiyah ( okum mengenai mendirikan pengadilan), khalifah ( okum pemerintahan), ath’imah (makanan dan minuman)dan jihad ( okum peperangan).
d. Kehujjahan Al Quran
Al quran dari segi penjelasannya ada 2 macam, yang pertama muhkam yaitu ayat-ayat yang teran artinya, jelas maksudnya dan tidak mengandung keraguan atau pemahaman lain selain pemahaman yang terdapat pada lafaznya. Yang kedua mutasyabih yaitu ayat yang tidak jelas artinya sehingga terbuka kemungkinan adanya berbagai penafsiran dan pemahaman yang disebabkan oleh adanya kata yang memiliki dua arti/maksud, atau karena penggunaan nama-nama dan kiasan-kiasan.
Ibarat Al Quran dalam menetapkan dan menjelaskan hukum yang berupa perintah dan larangan ada beberapa model :
a. Suruhan, yang berarti keharusan untuk mengerjakan atau meninggalkan. Keharusan seperti perintah shalat, Allah berfirman yang artinya,”Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”. Larangan contohnya firman Allah dalam surah Al An’am ayat 151 yang artinya,”Janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan hak”.
b. Janji baik dan buruk, pahala dan dosa serta pujian dan celaan.
c. Ibarat, contohnya seprti istri yang ditalak harus menjalankan masa iddah.
2. As-sunah atau Hadits
Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Rasul SAW, baik berupa perkataan, perbuatan dan penetapan pengakuan. Hadits berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat alqur’an yang kurang jelas atau sebagai penentu beberapa hukum yang tidak terdapat pada Al-Qur’an.
As-sunnah dibagi menjadi 4 macam yaitu :
a. Sunnah qauliyah yaitu semua perkataan Rasulullah saw
b. Sunnah fi’liyah yaitu semua perbuatan Rasulullah saw
c. Sunnah taqririyah yaitu penetapan dan pengakuan Nabi terhadap pernyataan dan pengakuan Nabi ataupun perbuatan orang lain
d. Sunnah hammiyah yaitu sesuatu yang telah dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan.
3. Sumber Pelengkap Ar-Ra’yu (Ijtihad)
Secara garis besar ayat-ayat Al-qur’an dibedakan atas ayat Muhkamat dan ayat mutsyabihat. Ayat muhkamat adalah ayat –ayat yang sudah jelas maksudnya dan hukum yang dikandungnya tidak memerlukan penafsiran. Pada umumnya bersifat perintah, seperti penegakan shalat, shaum, zakat dan haji.
Sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang memerlukan penjelasan lebih lanjut walaupun dalam bunyinya sudah jelas mempunyai arti, seperti ayat mengenai gejala alam yang terjadi setiap hari.
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang artinya mencurahkan tenaga dan fikiran atau bekerja semaksimal mungkin. Disini penulis akan menguraikan beberapa macam bentuk ijtihad antara lain :
1. Ijma’, yaitu kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad saw sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah
2. Qiyas, yaitu mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya
3. Istihsan, yaitu suatu peroses perpindahan dari suatu qiyas kepada qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemadharatan atau dapat diartikan pola penetapan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan
4. Maslahat mursalah, yaitu perkara-perkara yang perl dilakukan demi kemaslahatan manusia
5. Sududz Dzariah yaitu tindakan memutuskan perkara yang mudah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat
6. Istishab yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan dimasa lalu hingga dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut
7. Urf, yaitu sesuatu hal yang dilakukan terus-menerus (adat ) baik berupa perkataan ataupun perbuatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar