Minggu, 04 September 2011

Tentang tawaf dan sa'i

A. Pengertian Tawaf
Tawaf adalah mengelilingi ka’bah sebanyak 7 (tujuh) kali.
Tata cara melaksanakan Tawaf :
1. Menutup aurat
2. Suci dari hadats
3. Dimulai dan berakhir pada garis coklat atau sejajar dengan hajar aswad 


4. Pada saat memulai tawaf putaran pertama mengangkat tangan kearah Hajar Aswaddengan mengucapkan : لبسم الله والله اكبر disunatkan menghadap ka’bah. Pada tawaf putaran ke dua dan seterusnya cukup dengan menolehkan muka ke Hajar Aswad dengan mengangkat tangan dan mengucapnya sambil membaca: لبسم الله والله اكبر
5. Mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 (tujuh) kali dengan posisi Ka’bah selalu berada disebelahkiri dengan membaca doa tawaf.
6. Setiap sampai di rukun yamani usahakan mengusapnya atau cukup mengangkat tangan(tanpa mencium) dan dilanjutkan dengan membaca doa tawaf.
7. Setelah selesai tawaf bila keadaan memungkinkan hendaknya :
a. munajat multazam, yaitu suatu tempat diantara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah.
b. Shalat sunnat tawaf di makam Ibrahim
c. Shalat sunnat mutlak di Hijir Ismail
d. Minum air Zam-zam.
B. Syarat Thawaf
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, ”Thawaf di (sekeliling) Baitullah adalah seperti shalat, melainkan kalian sewaktu thawaf boleh berbicara,  maka barangsiapa yang berbicara pada waktu itu, janganlah berbicara, kecuali yang baik.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:121, Tirmidzi II:217 no:267, Shahih Ibnu Khuzaimah IV:222 no:2739, Shahih Ibnu Hibban 247 no:998, Sunar Darimi I:374 no:1854, Mustadrak Hakim I:459 dan Baihaqi V:85).
Maka,  manakala thawaf disamakan dengan shalat dalam beberapa hal,  maka ia memiliki sejumlah persyaratan:
a.             Suci dari hadats besar dan kecil
Hal ini didasarkan pada sabda Nabi saw. ”Allah tidak akan menerima shalat (yang dilaksanakan) tanpa bersih (sebelumnya).” (Redaksi hadits dan takhrijnya sudah pernah dimuat dalam pembahasan wudlu).
dan sabda beliau kepada Aisyah r.a. yang datang bulan ketika sedang menunaikan ibadah haji,”Laksanakanlah apa yang dilaksanakan oleh seorang yang haji, kecuali [satu hal] janganlah engkau thawaf di Baitullah sehingga engkau mandi bersih (dari haidh).” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III:504 no.1650, dan Muslim II:873 no:117 dan 1211).
b.            Menutup aurat
Allah SWT berfirman, "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid." (Al-A'raaf: 31)
Dan berdasarkan hadits Rasulullah saw, dari Abu Hurairah r.a. bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. pernah mengutusnya pada waktu memimpin ibadah yang telah diperintahkan Rasulullah saw. sebelum haji wada’, pada hari Nahar [tanggal 10 Dzhulhijjah, pent.] bersama sejumlah sahabat untuk menyampaikan kepada masyarakat luas larangan dari beliau: Setelah tahun ini, tidak boleh (lagi) ada orang musyrik yang menunaikan ibadah haji dan tidak boleh (pula) melakukan thawaf dengan telanjang bulat di Baitullah. (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari I:477 no:369, Muslim II:982 no:1347, ’Aunul Ma’bud V:421 no:1930, dan Nasa’i V:234).
c.             Melakukan thawaf tujuh kali putaran sempurna, karena Nabi saw. melakukannya tujuh kali putaran, sebagaimana yang ditegaskan Ibnu Umar ra, ”Datang ke Mekkah, lalu thawaf di Baitullah tujuh kali putaran dan shalat dibelakang maqam Ibrahim dua raka’at, melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali; dan sungguh pada diri Rasulullah saw. itu terdapat suri tauladan yang baik bagi kalian”. Dengan demikian perbuatan, Rasulullah saw. ini sebagai penjelasan bagi firman Allah Ta’la,”Dan hendaklah mereka melakukan thawaf di sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)." (Al-Hajj:29).
Jika seseorang yang menunaikan manasik haji sengaja meninggalkan sebagian dari tujuh putaran, walaupun sedikit, maka tidak cukup baginya, dan ia harus menyempurnakannya. Jika dia ragu-ragu maka peganglah bilangan yang paling sedikit sehingga dia yakit.
d.            Memulai thawaf dari Hajar Aswad dan berakhir di situ juga, dengan menempatkan Baitullah berada di sebelah kiri. Hal ini berdasarkan pada pernyataan Jabir r.a., ”Tatkala Rasulullah saw. tiba di Mekkah, beliau mendatangi Hajar Aswad lalu menjamahnya, kemudian berjalan di sebelah kanannya, lalu berlia lari-lari kecil tiga kali putaran [pertama, pent.] dan berjalan biasa empat kali putaran.”
jadi, andaikata seseorang melakukan thawaf, sementara Baitullah berada di sebelah kanannya, maka tidak sah thawafnya.
e.             Hendaknya thawaf dilakukan di luar Baitullah. Allah SWT berfirman, "Dan hendaklah mereka melakukan thawaf di sekeliling rumah yang tua (Baitullah)." (Al-Hajj:29).
Firman Allah di atas meliputi seluruh thawaf. Kalau ada orang yang thawaf di Hijr Isma’il, maka tidak sah thawafnya, karena Nabi saw menegaskan, "Hijr Isma’il termasuk Baitullah." (Shahih: Irwa-ul Ghalil:1704)
f.              Harus berurutan langsung [tidak diselingi oleh pekerjaan lain, pengoreksi], karena Nabi saw. melakukannya demikian dan Rasulullah saw. bersabda, "Ambillah dariku manasik hajimu."(Shahih: Irwa-ul Ghalil:1704).
Jika terhenti sejenak untuk berwudlu’, atau untuk shalat fardhu yang telah dikumandangkan iqamahnya, atau untuk istirahat sejenak, maka tinggal melanjutkan kekurangannya. Namun jika terputus dalam waktu yang cukup lama, maka hendaklah ia memulai lagi dari awal.
C. Macam-macam tawaf
Tawaf terdiri dari 4 ( empat ) macam yaitu Tawaf IfadahTawaf QudumTawaf Wada dan Tawaf sunat.
Tawaf IfadahTawaf ifadah adalah salah satu dari beberapa rukun haji, yang harus dilaksanakan sendiri jika tidakhajinya batal. tawaf ini disebut juga Tawaf Ziarah atau Tawaf Rukun. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 29 :
“Tsummal yaqdhuu tafatsahum wal yuufuu nudzuurahum wal yaththawwafuu bilbaitil ‘atiiq”Artinya :
“Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran-kotoran mereka, memotong rambut, mengerat kuku dan memenuhi nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan tawaf di rumah yang tua itu.”
Tawaf ini dilaksanakan setelah semua ibadah Haji telah diselesaikan yaitu ; melontar jumrah Aqabah, membayar dam serta Tahallul Akhir (Mencukur) kemudian disunatkan memakai wewangian setelah jama’ah tidak Ihram. Hal ini diterangkan dalam hadis Aisyah :
Artinya : “Aku pernah meminyaki Rasulullah SAW ketika (hendak) ihram, sebelum ia berihram, dan ketika sudah Tahallul
sebelum ia melakukan tawaf di Ka’bah.”
(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
Sesudah Tawaf Ifadah jama’ah langsung dapat melakukan Tahalllul Akbar, serta telah dihalalkan dari segala apa yang diharamkan ketika masih Ihram.
Waktu Pelaksanaan Tawaf Ifadah.
Para ulama sepakat bahwa Tawaf Ifadah adalah merupakan rukub Haji yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang melakukan Ibadah Haji. Berikut ini pendapat para imam tentang waktu Tawaf Ifadah :
HANAFIYAH : Waktu Tawaf Ifadah dimulai dari fajar hari Nahr (10 Zulhizah) sampai akhir bulan sesudah seseorang melakukan wukuf di Arafah.
MALIKIYAH : Waktu Tawaf Ifadah dimulai dari fajar hari Nahr (10 Zulhizah) sampai akhir bulan Zulhijah, sehingga apabila ada jama’ah haji meninggalkan (mengakhiri) dari waktu tersebut maka terkena Dam
SYAFI’IYAH : Waktu Tawaf Ifadah dimulai sejak setelah pertengahan kedua malam hari Nahr (10 Zulhizah) dan berakhir sampai jama’ah haji mengerjakannya (kapan saja) selama hidupnya. sedang waktu afdhal (utama) untuk mengerjakannya ialah pada hari Nasr (10 Zulhijah).
Tawaf QudumDisebut juga Tawaf Dukhul, yaitu tawaf pembukaan atau tawaf selamat datang yang dilakukuan pada waktu jama’ah baru tiba di Mekah.
Nabi Muhammad SAW setiap kali masuk Masjidil Haram lebih dulu melakukan tawaf sebagai ganti shalat Tahiyyatul Masjid. Maka tawaf inipun disebut juga Tawaf Masjidil Haram.
Hukum untuk tawaf Qudum adalah Sunat. maka jika tidak melaksanakan tawaf Qudum tidak membatalkan Ibadah haji ataupun Umrah. Bagi wanita yang sedang haid atau Nifas dilarang melakukan Tawaf Qudum. Bagi wanita yang melaksanakannya tidak perlu lari-lari kecil cukup berjalan biasa.
Tawaf Qudum ini boleh tidak disambung dengan Sa’i, tetapi bila disambung maka Sa’inya sudah termasuk Sa’i haji. Oleh karena itu waktu Tawaf Ifadah jama’ah tidak perlu lagi melakukan Sa’i. Disunatkan menyelendangkan pakaian atas Ihram di bawah ketiak lengan kanan dan ujungnya diatas pundak kiri. kalau mungkin sempatkanlah mengusap dan mengecup Hajar Aswad. atau cukup dengan memberi isyarat dari jauh sambil membaca :
“Allahumma Imaanan Bika Wa Tashdieqan Bikitaabika Wa Wafaaan Bi’ahdika Wattibaa’an Lisunnati nabiyika Sayydinaa Muhammadin Shallalahu Alaihi Wasallam.”
Artinya :
“Ya Allah ku ! aku beriman kepada Mu dan membenarkan kitab Mu, dan memenuhi janji Mu serta mengikuti sunnah nabi Mu, yaitu penghulu kami Muhammad SAW”
ditengah-tengah melakukan tawaf itu jama’ah haji diperkenankan membaca do’a :
“Subhaanallah Wal hamdulillah Walaailaaha Illallah, Wallaahu Akbar Walaa Haula Walaa Quwwata Illaabillah. Allahumma Innie Aamantu Bikitaabikalladzi Anzalta Wa Nabiyya Kalladzi Arsalta Faqhfir lie Maaqaddamtu Wama Akh khartu.”
Artinya :
“Maha suci Allah, Segala puji bagi Allah tidak ada Allah yang patut disembah kecuali Allah, Allah Maha besar, Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Ya Allahku ! Sesungguhnya aku beriman kepada kitab Mu yang telah Engkau turunkan, dan kepada nabi Mu yang telah Engkau utus, Oleh karena itu ampunilah dosa – dosaku yang telah lalu dan yang akan datang.”
Dan ketika sudah sampai di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad supaya membaca :
“Rabbanaa Aatinaa Fiddunyaa Hasanah Wafil Aakhirati Hasanah Waqinaa ‘Azaabannar wa Adkhilnaa Ijannata Ma’al Abrar.”
Artinya :
“Ya Tuhan kami ! berilah kami kebaikan di dunia dan akhirat, dan lindungilah kami dari siksaan api neraka, dan masukkanlah kami ke dalam surga bersama orang-orang baik.”
Tawaf Wada
Wada artinya perpisahan, Tawaf Wada atau tawaf perpisahan adalah salah satu ibadah wajib untuk dilaksanakansebagai pernyataan perpisahan dan penghormatan kepada Baitullah dan Masjidil Haram. Tawaf ini cukup dikerjakan dengan berjalan biasa. Tawaf Wada disebut juga Tawaf Shadar ( Tawaf Kembali ) karena setelah itu jama’ahakan meninggalkan Mekah untuk ketempat masing-masing. Dalam pelaksanaannya sama dengan tawaf yang lainnya, akan tetapi do’a yang dibaca berbeda untuk semua putaran.
Tawaf Wada adalah tugas terakhir dalam pelaksanaan Ibadah Haji dan Ibadah Umrah. Bagi jama’ah yang belum melakukannya belum boleh meninggalkan Mekah, karena hukumnya Wajib. Bila tidak dikerjakan maka wajib membayar Dam, dan bila sudah mengerjakan maka tidak dibenarkan lagi tinggal di Masjidil Haram. Jika Jama’ah sudah keluar Masjid, maka hendaklah segera pergi sebab kalau jama’ah masih kembali kemasjid diharuskan mengulangi Tawaf Wada Ini. Wanita yang sedang Haid dibebaskan dari Tawaf wada dan ia boleh langsung meninggalkan Mekah. Hal ini dijelaskan dalam hadis Ibnu Abbas yang artinya :
“Manusia diperintahkan supaya akhir perjumpaan ( dengan Baitullah ) itu dengan menjalankan Tawaf di Baitullah, akan tetapi hal ini diringankan bagi perempuan-perempuan yang sedang Haid.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tawaf SunatAdalah tawaf yang bisa dilakukan kapan saja. Kalau dilakukan saat baru memasuki Masjidil Haram, Tawaf ini berfungsi sebagai pengganti shalat Tahiyatul Masjid. Tawaf sunat inilah yang dimaksud atau disebut Tawaf Tathawwu.
D. Pengertian Sa'i
Sa'i adalah berlari-lari kecil dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah sebanyak tujuh kali. Dimana cara menghitungnya adalah, dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali, dan dari Marwah ke Shafa dihitung satu kali, sehingga hitungan ketujuh berkahir di Marwah. Dan ketika sa'i disunnahkan memperbanyak dzikir, tasbih dan do'a. Dan setiap sampai di Shafa atau Marwah membaca takbir tiga kali dengan mengangkat kedua tangan seraya menghadap ke Ka'bah sebagaimana dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
E. Syarat-Syarat Sa’i
Untuk sahnya sa’i ada sejumlah persyaratan:
a.       Sa’i dilakukan sesudah melakukan thawaf
b.      Harus tujuh kali putaran
c.       Dimulai dari bukit Shafa dan diakhir di bukit Marwah.
d.   Hendaknya sa’i dilakukan di lokasi sa’i [mas’a], yaitu jalan yang memanjang antara bukit Shafa dan Marwah. Begitulah Nabi saw. mengerjakannya. Di samping itu, beliau bersabda, ”Ambillah dariku manasik hajimu.”

1 komentar:

  1. Salah satu syarat syahnya haji kan melakasanakan thowaf, salah satunya adalah towaf perpisahan.

    Bagaima jika perempuan haid yang tidak bisa melaksanakanya, sementara ia mesti pulang ke tanah air segera?

    BalasHapus